Menurut Durant, kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam. "Dalam bidang ini (kimia), peradaban Yunani (seperti kita ketahui) hanya sebatas melahirkan hipotesis yang samar-samar," ungkapnya.
Sedangkan, peradaban Islam, papar dia, telah memperkenalkan observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen yang begitu teliti.Tak hanya itu, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam di era kejayaan telah melakukan revolusi dalam bidang kimia.
Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan ilmu kimia, Ilmuwan Islam di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.
Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur, nitrat silver, dan potasium--senyawa penting dalam kehidupan manusia modern--merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Pencapaian yang sangat fenomenal itu merupakan buah karya dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti, Al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak yang lainnya. Setiap kimiawan Muslim itu telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia. Jabir (721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau percobaan kimia. Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang dilakukannya bersifat kuantitatif. Ilmuwan Muslim berjuluk 'Bapak Kimia Modern' itu juga tercatat sebagai penemu sederet proses kimia, seperti penyulingan/distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi.
Sang ilmuwan yang dikenal di Barat dengan sebutan 'Geber' itu pun tercatat berhasil menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Selain itu, dia pun mampu menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian.Berkat jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian penting lainnya dalam merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.
Muhammad Ibn Zakariya ar-Razi
Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa melakukan revolusi dalam ilmu kimia adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil kreasinya.Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium pada saat itu. Dia juga menjelaskan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. "Al-Razi merupakan ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium modern," ungkap Anawati dan Hill.
Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya pada zaman itu masih tetap dipakai hingga sekarang. "Kontribusi yang diberikan Al-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.
Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia bertajuk, Rutbat Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan tata cara pemurnian logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan prinsip-prinsip kekekalan masa --yang delapan abad berikutnya dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.
Sejarah peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam bidang kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya peran farmasi dan fungsinya. Begitulah, para kimiawan Muslim di era kekhalifahan berperan melakukan revolusi dalam ilmu kimia.
Dulu dunia islam sangat maju sebelum terjadi perang salib, mulai dari ilmu kedokteran, kimia, biologi, sosial, ilmu perbintangan/astronomi, aljabar, science, filsafat dll semua ada di perpustakaan baghdad irak.
dimana selama masa perang salib, banyak buku2 islam yang diambil, dan dibawa oleh pasukan salib dan sebagian lain dibakar oleh pasukan salib. karena pada saat terjadi serangan pasukan salibis, buku2 di perpustakaan baghdad dibakar dan dibuang ke sungai tigris. Jadi HAMPIR semua teknologi dan science yang ada di tangan orang2 barat berasal dari kebudayaan Islam.
Sedikit Sejarah Baghdad
DI mata sejarah, Baghdad adalah kota yang luar biasa berharga bagi umat manusia. Sebab, tak hanya molek dan menyimpan kekayaan peradaban masa silam, Baghdad juga menjadi saksi tingginya kebudayaan dan semangat keilmuan yang membawa umat manusia ke era kemajuan sains dan filsafat.
Angin kemajuan yang membawa Baghdad pada puncak keharuman reputasinya mulai bertiup 12 abad silam di kota itu. Atmosfer haus ilmu ini muncul terutama berkat dorongan kalangan istana ketika kekuasan Islam berada di tangan kekhalifahan Abbasiyah. Puncaknya, boleh dikata, terjadi pada saat khalifah kelima dinasti ini, Khalifah Harun ar-Rasyid, berkuasa.
Tak berapa lama setelah naik tahta, Harun ar-Rasyid mendirikan Bait al-Hikmah (lihat: Semangat Ilmiah dari Istana). Bait al-Hikmah ini merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pusat pendidikan tinggi. Dalam kurun dua abad, Bait al-Hikmah ternyata berhasil melahirkan banyak pemikir dan intelektual Islam. Di antaranya, nama-nama ilmuwan seperti Al-Khwarizmi dan Al-Battani.
Selain mereka berdua, kelak juga muncul nama-nama lain yang tidak asing lagi bagi dunia ilmu pengetahuan, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Al-Ghazali, tiga filsuf Islam terkemuka. Al-Khwarizmi, yang bernama lengkap Abu Ja'far bin Musa al-Khwarizmi, lahir di Baghdad sekitar 780 M. Tokoh pemikir ini --sebagaimana telah disebut-- besar dan mereguk ilmu di Bait al-Hikmah.
Di tengah semangat Harun ar-Rasyid yang menggebu-gebu mengembangkan ilmu pengetahuan, agama, dan filsafat, Al-Khwarizmi mendapat kesempatan luas untuk mengembangkan ilmunya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Al-Khwarizmi bersama Banu Musa, sohibnya sesama penuntut ilmu di Bait al-Hikmah, bertugas menerjemahkan naskah-naskah ilmiah Yunani sambil memperdalam sekaligus mengajar aljabar, geografi, juga astronomi.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan, kelak Al-Khwarizmi dikenal sebagai pengembang aritmetika dan geometri. Perhitungan logaritma diketahui berasal dari hasil pemikirannya. Karyanya yang sangat terkenal untuk bidang aritmetika dan geometri ini berjudul Kitab al-jabr wal muqabala. Lewat karyanya inilah Al-Khwarizmi memperkenalkan istilah yang belakangan dikenal sebagai aljabar.
Buku Aljabar Pertama
KITAB al-jabr wal muqabala adalah buku pertama tentang aljabar. Tiga abad setelah terbit, kitab bikinan Al-Khwarizmi itu memberi ilham kepada dunia Barat dalam soal angka nol dan ide untuk menyerap angka-angka Arab. Al-Khwarizmi juga dikenal sebagai ahli astronomi yang mendasarkan diri pada pemikiran Ptolemaeus, astronom Iskandariyah yang hidup di abad ke-2 (100-178 M).
Sumbangan pemikiran penting Al-Khwarizmi di bidang astronomi adalah pedoman penentuan garis lintang dan garis bujur untuk membuat peta, yang lebih akurat dibandingkan dengan temuan Ptolemaeus. Pada tahun wafatnya Al-Khwarizmi (850 M), lahirlah Al-Battani --bernama lengkap Abu Abdallah Mohammad ibn Jabir ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani.
Di masa muda, Al-Battani meninggalkan tanah kelahirannya, Harran --kini masuk wilayah Turki-- lalu bermukim di Baghdad sampai wafat pada usia 79 tahun. Selama berada di Baghdad, Al-Battani berhasil mengembangkan teori trigonometri dan astronomi. Seluruh pemikirannya di dua bidang itu tertuang dalam buku klasik berjudul Kitab al-Zij.
Lewat buku itu, Al-Battani menempatkan diri sebagai seorang di antara jejeran pakar geometri dan astronomi Islam. Untuk bidang trigonometri, Al-Battani inilah yang memperkenalkan rumus b sin (A) = a sin (90 - A). Ia juga melengkapi keberhasilannya dengan karya di bidang astronomi berupa tabel-tabel yang menjelaskan hasil pengamatannya terhadap matahari dan bulan, ditambah dengan katalog 489 bintang.
Berbagai penjelasan Al-Battani mengenai gerak matahari dan bulan malah disebut-sebut lebih tepat dibandingkan dengan Ptolemaeus. Malah, jarak bumi-matahari yang ia hitung ternyata berselisih sedikit sekali dengan hitungan modern yang berlaku kini. Karya Al-Battani yang paling berharga dan masih terus digunakan hingga hari ini adalah hitungan satu tahun sama dengan 365 hari 5 jam 48 menit dan 24 detik.
Seiring dengan kemajuan pemikiran di bidang keilmuan yang dibawa Al-Khwarizmi dan Al-Battani, Bait al-Hikmah juga membawa angin baru bagi pemikiran filsafat. Apalagi kekhalifahan masa itu sangat gandrung pada aliran Mu'tazillah yang memuja kebebasan berpikir. Filsuf pertama yang lahir dari lembaga itu tiada lain Abu Yusuf Ya'qub ibn Ishaq al-Kindi.