BIOLOGI UMUM
Disusun Oleh: Ranum Saputri
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia
adalah salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia. Dari Sabang sampai Merauke
tersebar sekitar 40.000 jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan berbagai jenis
bahan kimia yang sangat potensial sebagai bahan pangan, kosmetik, obat-obatan
bahkan wangi-wangian atau parfum sekalipun. Salah satu bahan kimia yang
terdapat dalam berbagai jenis tumbuhan yang ada adalah minyak atsiri.
Minyak
atsiri tidak dapat terlepas dari membahas masalah bau dan aroma, karena fungsi
minyak atsiri yang paling luas dan umum diminati adalah sebagai pengharum, baik
sebgai pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi dan lain sebagainya.
Indonesia
dengan hutan tropik yang begitu luas minyimpan ribuan spesies tumbuhan dari
berbagai famili seperti Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Myristicaceae,
Astereaceae, Roseceae dan Labiateae yang dimana banyak famili tumbuhan tersebut
yang potensial sebagai penghasil minyak atsiri. Namun di masyarakat pemanfaatan
dari tumbuhan yang mengandung minyak atsiri itu belum tersosialisasi secara
menyeluruh kepada masyarakat Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian minyak atsiri?
2.
Apa saja macam-macam tumbuhan yang
mengandung minyak atsiri?
3.
Bagaimana analisis komponen minyak
atisiri pada tumbuhan?
4.
Apa saja manfaat yang ada pada
tumbuhan yang mengandung minyak atsiri?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Minyak atsiri
Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eterik (aetheric oil),
minyak esensial (essential oil), minyak terbang (volatile oil),
serta minyak aromatik (aromatic oil), adalah kelompok besar minyak nabati yang
berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan
aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau
minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, hasil sulingan (destilasi)
minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Para ahli biologi menganggap minyak atsiri sebagai metabolit sekunder
yang biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan
(hama) ataupun sebagai agensia untuk bersaing dengan tumbuhan lain (lihat alelopati) dalam mempertahankan ruang hidup.
Walaupun hewan kadang-kadang juga mengeluarkan bau-bauan
(seperti kesturi
dari beberapa musang atau cairan yang berbau menyengat dari
beberapa kepik), zat-zat itu tidak digolongkan sebagai
minyak atsiri.[1]
Ditinjau dari segi kimia fisika, minyak atsiri hanya mengandung dua
golongan senyawa, yaitu oleoptena dan stearoptena. Oleoptena adalah bagian
hidrokarbon di dalam minyak atsiri dan berwujud cairan. Umumnya senyawa
golongan oleoptena ini terdiri atas senyawa monoterpena, sedangkan steroptena
adalah senyawa hidrokarbon teroksigenasi yang umumnya berwujud padat.
Stearoptena ini umumnya terdiri atas senyawa turunan oksigen dari terpena.
Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan
biasanya campuran tersebut sangat komplek. Beberapa tipe senyawa organic
seperti hidrokarbon, alcohol, oksida, ester, aldehida dan eter terkandung dalam
minyak atsiri. Yang menentukan aroma minyak atsiri adalah tingkat presentasi
yang paling tinggi diantara komponennya. [2]
Komponen aroma dari minyak atsiri cepat berinteraksi
saat dihirup, senyawa tersebut secara cepat berinteraksi sistem syaraf pusat
dan langsung merangsang pada sistem olfactory, kemudian system ini akan
menstimulasi syaraf-syaraf pada otak dibawah kesetimbangan korteks serebral
(Buckle, 1999). Senyawa-senyawa berbau harum atau fragrance dari minyak atsiri
suatu bahan tumbuhan telah terbukti pula dapat mempengaruhi aktivitas lokomotor
(Buchbauer, 1991).
Aktivitas lokomotor merupakan aktivitas gerak
sebagai akibat adanya perubahan aktivitas listrik yang disebabkan oleh
perubahan permeabelitas membran pascasinaptik dan oleh adanya pelepasan
transmitter oleh neuron prasinaptik pada system syaraf pusat (Gilman,1991).
Penelitian minyak atsiri yang mempengaruhi aktivitas
lokomotor diawali oleh Kovar et al. (1987) yang melaporkan bahwa senyawa
1,8-cineole yang diisolasi dari minyak atsiri bunga rosemary dapat menurunkan
aktivitas lokomotor tikus, setelah tikus tersebut diinduksi dengan senyawa
stimulan kafein.
Pengujian klinis efek sedatif dari minyak
lavender dimulai oleh Buchbauer (1993) yang telah membuktikan bahwa wangi
minyak atsiri bunga lavender dapat menurunkan aktivitas lokomotor pada manusia
(Buchbauer, 1991). Penelitian aktivitas aromaterapi secara ilmiah masih
sedikit, ha ini terbukti masih sedikit minyak atsiri asli Indonesia digunakan
sebagai komoditas aromaterapi di Mancanegara.[3]
B. Macam-Macam Tumbuhan yang Mengandung Minyak Atsiri
Ditinjau dari sumber alami minyak atsiri, substansi mudah menguap ini
dapat dijadikan sebagai sidik jari atau ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena
setiap tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda. Dengan
kata lain, setiap jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma
spesifik. memang ada beberapa jenis minyak atsiri dengan aroma yang mirip,
tetapi tidak sama persis dan sangat bergantung pada zat kimia yang yang
menyusun. perlu diingat bahwa tidak semua tumbuhan menghasilkan minyak atsiri,
hanya tumbuhan yang memiliki sel glandula sajalah yang bisamenghasilkan minyak
atsiri.[4]
Famili tumbuhan Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Myrysticaceae,
Astereaceae, Apocynaceae, Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae adalah
family tumbuhan yang sangat popular sebagai penghasil minyak atsiri. Indonesia
dengan hutan tropis yang luas menyimpan ribuan spesies tumbuhan yang sangat popular
sebagai penghasil minyak atsiri. Puluhan bahkan ratusan spesies tumbuhan dari
family Lauraceae hidup tersebar dari Sabang sampai Merauke dan biasa tumbuh di
tengah zona pegunungan, Lauraceae banyak dijumpi baik dalam spesies maupun
specimen. Spesies yang paling pupuler dari family ini adalah kayu manis atau Cinnamomum
burmannii dengan senyawa sinamaldehida sebagai komponen utama.[5]
Pohon dengan tinggi 6-12 m. Ranting tua Gundul. Kulit dan daun kalu diremas
barbau kayu manis yang kuat. Daun bulat telur atau elips memanjang, daun muda
berwarna merah dan memiliki benang sari 12 banyak dijumpai di Srilangka.[6]
Dan jenis tumbuhan ini telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan merupakan
komoditas ekspor Indonesia semenjak zaman kolonial Belanda. Disamping C.
burmannii, masil ada lagi jenis Cinnamomum lainnya seperti C. cssia,
C. javanicum, C. verum, dan C. sintoc.
Tumbuhan dari famili Myrtaceae yang sangat popular di Indonesia adalah Melaleuca
leucadendron atau kayu putih sedangkan Eucalyptus lebih banyak tersebar di
Australia. Minyak atsiri dari daun tumbuhan kayu putih yang memiliki sineol
sebagai komponen utamanya, telah dikenal sejak lama untuk mengobati barbagai
jenis penyakit seperti masuk angin, keseleo, pilek, dan rematik, banyak
ditemukan di Maluku misalnya Pulau Buru.[7]
Nilam (Pogostemon sp.) adalah tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak
ditanam di Sumatera Barat, Sumatera Utara (Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli
Tengah), Aceh Barat, Aceh Selatan dan Purwokerto. Ada 3 jenis nilam, yaitu: Pogostemon patchouli, P. heyneanus dan P.
hortensis berasal dari Filipina, kemudian disebarkan dan
berkembang di Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brazilia dan Indonesia. Di
Indonesia nilam ini di tanam di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Nilam
ini tidak berbunga, kadar minyaknya tinggi (2,5~5 %). Karakteristik minyaknya
sesuai dengan yang diinginkan dalam perdagangan. P. heyneanus disebut juga
nilam Jawa atau nilam hutan. Tanaman ini berasal dari India. Di Indonesia,
tanaman ini banyak ditemukan di hutan-hutan Pulau Jawa. Tanaman ini dapat
membentuk bunga dan kadang minyaknya lebih rendah (0,5~1,5%). Karakteristik
minyak ini kurang diinginkan dalam perdagangan. P. hortensis disebut juga nilam
sabun karana dapat digunakan untuk mencuci pakaian. Tanaman ini hanya ditemukan
di hutan-hutan daerah Banten. Meskipun sepintas mirip nilam Jawa, tanaman ini
tidak berbunga. Kandungan minyaknya juga rendah (0,5~1,5 %). Sifat minyaknya
jelek dan kurang diminati pasar.[8]
Tanaman nilam tumbuh dengan baik di daratan rendah, tapi dapat ditanam di daratan
tinggi yang tidak lebih dari 2200 m dpl. Untuk pertumbuhannya tanaman ini
membutuhkan hujan yang merata sepanjang tahun dengan curah hujan yang cukup
tinggi (2500~3500 mm). Suhu yang hangat 24~28 derajat Celcius dan kelembaban
udara sedang (75%). Agar tumbuh dengan baik, tanaman ini membutuhkan yanah yang
subur, gembur, dan banyak mengandung humus. Tanaman sudah dapat dipanen 6~8
bulan setelah ditanam. Kemudian panen dapat diulang setiap 3 bulan.
Kemudian Jahe yang merupakan salah satu tanaman rempah. Tanaman ini
membutuhkan curah hujan yang tinggi dan tanah subur untuk pertumbuhannya.
Tanaman ini banyak diusahakan di daerah yang berketinggian 500~1000 m dpl. Saat
ini terdapat 3 jenis jahe, yaitu jahe putih kecil (jahe sunti), jahe merah dan jahe
besar (jahe gajah). Jahe sunti dan jahe merah mengandung cleoresin dan serat
lebih banyak dibanding jahe gajah. Jahe diolah menjadi berbagai produk,
diantaranya adalah jahe kering, bubuk jahe, minyak atsiri jahe, pikel jahe,
jahe kristal dan manisan jahe. Masih dalam lingkup rempah yaitu Pala yang terdiri
dari berbagai spesies, yaitu Myristica fragrans yang berasal dari Pulau Banda; M. argenta Warb (Papua noot) dan M. schefferi Warb
yang berasal dari Papua Barat, M. speciosa yang berasal dari Pulau Bacan serta
M. sucecanea yang berasal dari Pulau
Halmahera. Buah dari M speciosa dan M. sucecanea tidak bernilai ekonomis
sehingga spesies ini tidak dibudidayakan. Pala tumbuh dengan baik pada daerah
yang banyak curah hujannya atau daerah beriklim basah sepanjang tahun dengan
udara yang cukup panas dan lembab. Tanaman ini dapat tumbuh didaratan rendah
yang kurang dari 700 m dpl pada tanah cerul yang dapat menahan air. Pala mulai
berbuah setelah berumur 5~6 tahun. Pada umur 10 tahun tanaman ini akan
memberikan hasil buah yang optimal. Tanaman ini produktif berbuah sampai 25
tahun. Buah pala berbentuk bulat telur dampai lonjong, bagian terluar adalah
kulit buah. Di bawah kulit buah terdapat tempurung biji yang diselubungi oleh
jala berwarna merah api yang disebut dengan fuli. Di bawah tempurung terdapat
biji pala. Kandungan bagian-bagian buah tersbut adalah sebagai berikut yaitu buah
pala dapat digunakan sebagai bahan baku jamu dan bumbu. Minyak biji pala
(misrintin) dapat memberikan efek halusinasi dan membunuh larva peptisida.
Minyak fuli dapat juga membunuh larva serangga. Buah muda dari pala dipetik
untuk disuling minyaknya karena kandungan minyak atsiri buah pala muda lebih
tinggi dibanding dengan buah tua.[9]
Tanaman lain
yang mengandung minyak atsiri adalah tanaman gambir ( Uncaria gambir )
merupakan tanaman daerah tropis. Tanaman ini telah dibudidayakan semenjak beberapa
abad di daerah paling basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia dan ujung barat
Pulau Jawa. Saat ini sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat
dan sebagian kecil dari Sumatera Selatan dan Bengkulu. Dalam perdagangan,
gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering daun tanaman gambir. Ekstrak ini
mengandung catechin (memberikan pasca rasa manis enak) asam catechu tanat (memberikan rasa pahit) dan
juercetine (pewarna kuning).
C. Analisis Komponen Minyak Atisiri pada Tumbuhan
Sedikit sekali minyak atsiri yang memiliki komponen tunggal dengan porsi
yang sangat besar, kebanyakan mengandunf campuran senyaa dengan berbagai tipe.
Karena itu, analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah
yang cukup rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap disuhu kamar.
Jadi, untuk menganalisis minyak atsiri perlu diseleksi metode yang akan
diterapkan. Kendala yang lazim dihadapi pada saat menganalisis komponen minyak
atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama proses preparatife dan selama
berlangsungnya proses analisis.
Secara konvensional, komponen minyak atsiri dapat diisolasi dengan
menggunakan beberapa teknik sederhana, tetapi ternyata tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Seperti telah disinggung sebelumnya baha minyak atsiri terdiri
atas oleoptena, yaitu komponen yang berwujud cair dan stearoptena yang berwujud
padat. Kedua tipe glongan senyawa dalam minyak atsiri ini dapat dipisahkan
dengan cara menurunkan suhu dari minyak tersebut dan stearoptenanya akan
mengkristal sehingga dapat dipisahkan. Cara lain yang dapat digunakan adalah
dengan penghilangan sebagian komponen dengan
jalan reaksi kimia. Senyawa yang memiliki gugus asam bebas dapat
dihilangkan dengan penambahan natrium karbonat, fenol dengan penambahan natrium
hidroksida, dan aldehida dengan penambahan natrium bisulfida. Sejak ditemukan
kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri ini mulai
dapat diatasi walaupun terbatas hanya pada analisis kualitatif dan penentuan
kuantitatif komponen penyusun minyak atsiri saja. Pada pengguunaan GC ini, efek
penguapan dapat dihindari bahkan dihilngkan sama sekali. Berikut ini akan diuraikan
beberapa unsure penting dalam system GC-MS.
Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode yang
mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi
senyawa yang berbeda dalam analisis sampel.
Kromatografi gas dan spketometer masa memilki keunikan masing-masing
dimana keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan menggambungkan kedua
teknik tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemamapuan dalam menganalisis
sampel dengan mengambil kelebihan masing-masing teknik dan meminimalisir
kekurangannya.
Kromatografi gas dan spketometer masa dalam banyak hal memiliki banyak
kesamaan dalam tekniknya. Untuk kedua
teknik tersebut, sampel yang dibutuhkan dalam bentuk fase uap, dan keduanya
juga sama-sama membutuhkan jumlah sampel yang sedikit ( umumnya kurang dari 1
ng). Disisi lain, kedua teknik tersebut memiliki perbedaan yang cukup besar
yakni pada kondisi operasinya. Senyawa yang terdapat pada kromatografi gas
adalah senyawa yang digunakan untuk sebagai gas pembawa dalam alat GC dengan
tekanan kurang lebih 760 torr, sedangkan spketometer massa beroperasi pada
kondisi vakum dengan kondisi tekanan 10-6 – 10-5 torr.
Prinsip kerja dari GC-MS adalah terdiri dari dua blok bangunan utama:
kromatografi gas dan spektrometer massa . Kromatografi gas menggunakan kolom
kapiler yang tergantung pada dimensi kolom itu (panjang, diameter, ketebalan
film) serta sifat fase (misalnya 5% fenil polisiloksan). Perbedaan sifat kimia
antara molekul-molekul yang berbeda dalam suatu campuran dipisahkan dari
molekul dengan melewatkan sampel sepanjang kolom. Molekul-molekul memerlukan
jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu retensi) untuk keluar dari
kromatografi gas, dan ini memungkinkan spektrometer massa untuk menangkap,
ionisasi, mempercepat, membelokkan, dan mendeteksi molekul terionisasi secara
terpisah. Spektrometer massa melakukan hal ini dengan memecah masing-masing
molekul menjadi terionisasi mendeteksi fragmen menggunakan massa untuk mengisi
rasio. Instrumen/alat :
1. Gas Chromatography (GC)
a. Injection port
Dalam pemisahan
dengan GLC cuplikan harus dalam bentuk fase uap. Tetapi kebanyakan senyawa
organik berbentuk cairan dan padatan. Oleh karena itu, senyawa yang berbentuk
cairan dan padatan pertama-tama harus diuapkan. Ini membutuhkan pemanasan
sebelum masuk dalam kolom. Panas itu terdapat pada tempat injeksi. Namun
demikian suhu tempat injeksi tidak boleh terlalu tinggi, sebab kemungkinan akan
terjadi perubahan karena panas atau penguraian dari senyawa yang akan
dianalisa. Kita juga tidak boleh menginjeksikan cuplikan terlalu banyak, karena
GC sangat sensitif. Biasanya jumlah cuplikan yang diinjeksikan pada waktu kita
mengadakan analisa 0,5 -50 ml gas dan
0,2 - 20 ml untuk cairan seperti pada gambar di bawah.
b. Oven
Oven digunakan untuk
memanaskan column pada temperature tertentu sehingga mempermudah proses
pemisahan komponen sample. Biasanya oven memiliki jangkauan suhu 30 oC
– 320 oC.
c. Column
Kolom merupakan
jantung dari kromatografi gas. Ada beberapa bentuk kolom, diantaranya lurus,
bengkok, misal berbentuk V atau W, dan kumparan/spiral. Kolom selalu merupakan
bentuk tabung. Berisi fasa diam, sedangkan fasa bergerak akan lewat didalamnya
sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis kolom, yaitu:
1) Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel
coil dengan panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
2) Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass
dengan panjang 10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm.
2. Mass Spectrometer (MS) sebagai detector
a. Sumber ion
Setelah
analit melalui kolom kapiler, ia akan diionisasi. Ionisasi pada spektroskopi
massa yang terintegrasi dengan GC ada dua, yakni Electron Impact ionization
(EI) atau Chemical Ionization (CI), yang lebih jauh lagi terbagi menjadi
negatif (NCI) dan positif (PCI). Berikutnya akan dijelaskan ionisasi EI. Ketika
analit keluar dari kolom kapiler, ia akan diionisasi oleh elektron dari filamen
tungsten yang diberi tegangan listrik. Ionisasi terjadi bukan karena tumbukan
elektron dan molekul, tapi karena interaksi medan elektron dan molekul, ketika
berdekatan. Hal tersebut menyebabkan satu elektron lepas, sehingga terbetuk ion
molekular M+, yang memiliki massa sama dengan molekul netral, tetapi bermuatan
lebih positif. Adapun perbandingan massa fragmen tersebut dengan muatannya
disebut mass to charge ratio yang disimbolkan M/Z. Ion yang terbentuk akan
didorong ke quadrupoles atau mass filter. Quadrupoles berupa empat
elektromagnet.
b.
Filter
Pada
quadrupoles, ion-ion dikelompokkan menurut M/Z dengan kombinasi frekuensi radio
yang bergantian dan tegangan DC. Hanya ion dengan M/Z tertentu yang dilewatkan
oleh quadrupoles menuju ke detektor.
c.
Detector
Detektor
terdiri atas High Energy Dynodes (HED) dan Electron Multiplier (EM) detector.
Ion positif menuju HED, menyebabkan elektron terlepas. Elektron kemudian menuju
kutub yang lebih positif, yakni ujung tanduk EM. Ketika elektron menyinggung
sisi EM, maka akan lebih banyak lagi elektron yang terlepas, menyebabkan sebuah
arus/aliran. Kemudian sinyal arus dibuat oleh detektor proporsional terhadap
jumlah ion yang menuju detektor.
3.
Komputer
Data
dari spekrometri masa dikirim ke computer dan diplot dalam sebuah grafik yang
disebut spectrum masa.
a.
Limitasi/Batasan
Secara
umum, penggunaan metode GC-MS hanya terbatas untuk senyawa dengan tekanan uap
berkisar10-10 torr. Kebanyakan senyawa dengan tekanan lebih rendah hanya dapat
dianalisis jika senyawa tersebut merupakan senyawa turunan (contoh ,
trimetilsili eter). Penentuan penentuan gugus fungsional pada cincin aromatic
masih sulit. Untuk senyawa isomer tidak dapat dibedakan oleh spketometer
(sebagai contoh : naftalena vs azulena), tapi dapat dipisahkan dengan
kromatograpi.
b.
Sensivitas dan Batas Deteksi
Bergantung
pada faktor pelarutan dan metode ionisasi, sebuah ekstrak dengan 0,1 – 100 ng
dari setiap komponen mungkin dibutuhkan agar sesuai jumlah yang diinjeksikan.
Perbandingan
dengan Teknik lainnya
Ø
IR spketometer dapat
menyediakan informasi posisi aromatic isomer dimana GC-MS tidak bisa; namun IR
biasanya lebih rendah sensitivitasnya sebesar 2 – 4.
Ø
NMR (nuclear magnetic
resonance) spektrometri dapat memberikan informasi rinci pada konformasi
molekuler ekstrak; namun biasanya NMR lebih rendah sensivitasnya sebesar 2-4.
c.
Sampel
Keadaan
sampel harus dalam keadaan larutan untuk diijeksikan ke dalam kromatografi.
Pelarut harus bersifat volatile dan organic (sebagai contoh heksana atau
dikllorometana). Jumlah sampel bergantung pada metode ionisasi yang dilakukan,
biasanya yang sering digunakan untuk analisis sensivitas adalah sebesar 1 – 100
pg per komponen.[10]
d.
Informasi analitikal
GC-MS
digunakan untuk identifikasi kualitatif dan pengukuran kuantitatif dari
komponen individual dalam senyawa campuran kompleks. Terdapat perbedaan
strategi analisis data untuk aplikasi keduanya.
Keunggulan
dari metode ini adalah sebagai berikut :
1) Efisien, resolusi tinggi sehingga dapat digunakan untuk
menganalisa partikel berukuran sangat kecil seperti polutan dalam udara
2) Aliran fasa bergerak (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya
tetap.
3) Pemisahan fisik terjadi didalam kolom yang jenisnya banyak
sekali, panjang dan temperaturnya dapat diatur.
4) Banyak sekali macam detektor yang dapat dipakai pada
kromatografi gas (saat ini dikenal 13 macam detektor) dan respons detektor
adalah proporsional dengan jumlah tiap komponen yang keluar dari kolom.
5) Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel kedalam fasa
bergerak.
6) Kromatograf sangat mudah digabung dengan instrumen fisika-kimia
yang lainnya, contohnya GC/FT-IR/MS.
7) Analisis cepat, biasanya hanya dalam hitungan menit.
8) Tidak merusak sampel.
9) Sensitivitas tinggi sehingga dapat memisahkan berbagai senyawa
yang saling bercampur dan mampu menganalisa berbagai senyawa meskipun dalam
kadar/konsentrasi rendah. Seperti dalam udara, terdapat berbagai macam senyawa
yang saling bercampur dan dengan ukuran partikel/molekul yang sangat kecil.
Kekurangan dari metode
ini adalah sebagai berikut :
1) Teknik Kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap
2) Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran
dalam jumlah besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada
tingkat gram mungkin dilakukan, tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton
sukar dilakukan kecuali jika ada metode lain.
3) Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat
reaktif terhadap fase diam dan zat terlarut.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Minyak atsiri, atau dikenal
juga sebagai minyak eterik (aetheric oil), minyak esensial (essential
oil), minyak terbang (volatile oil), serta minyak aromatik (aromatic
oil), adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental
pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak
atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk
pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, hasil sulingan (destilasi) minyak atsiri dikenal
sebagai bibit minyak wangi.
2.
Famili tumbuhan Lauraceae,
Myrtaceae, Rutaceae, Myrysticaceae, Astereaceae, Apocynaceae, Umbeliferae,
Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae adalah family tumbuhan yang sangat popular sebagai
penghasil minyak atsiri Indonesia.
3. Analisis komponen minyak atisiri pada tumbuhan menggunakan prinsip
kerja dari GC-MS adalah terdiri dari dua blok bangunan utama: kromatografi gas
dan spektrometer massa. Kromatografi gas menggunakan kolom kapiler yang tergantung
pada dimensi kolom itu (panjang, diameter, ketebalan film) serta sifat fase
(misalnya 5% fenil polisiloksan).
B. Saran
Dalam
mengembangbiakkan tanaman yang mengandung minyak atsiri, dimana Indonesia
merupakan tempat yang baik dalam pengembangan tanaman-tanaman yang mengandung
minyak atsiri karena Indonesia memiliki iklim tropis yang baik. Maka dari itu
bagi masyarakat yang telah membaca makalah ini diharapkan untuk ikut
melestarikan tumbuhan-tumbuhan tersebut sehingga tanaman tersebut dapat lestari
dan memiliki nilai tambah untuk Negara Indonesia.
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri
pada tanggal 14 Desember 2013 pukul 02.00 WIB
Halaman 8.
[3] http://media.proquest.com
diambil pada tanggal 15 Desember 2013 pukul 8.00 WIB
[4]
Andria Agusta, Minyak
Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia, ITB Bandung: Bandung, 2000,
Halaman
2-3.
[5] Van Steenis, Flora Pegunungan Jawa, LIPI Press:
Jakarta, 2006, Halaman 49.
[6] Van Steenis, dkk, Flora, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta, 2008, Halaman 192.
[7] Van Steenis, dkk, Flora, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta, 2008, Halaman 302.
[8] http://www.ristek.go.id pada tanggal 27
Desember pukul 14.39 WIB.
[9] Van Steenis, dkk, Flora, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta, 2008, Halaman 190.
[10] http://pelajarcerdasyaspia.blogspot.com
diambil pada tanggal 20 Desember 2013 pukul 02.36
WIB
0 komentar