AKHLAK DAN ETIKA
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Tafsir
Dosen
Pengampu: Agus Khunaifi, M. Ag
Disusun
Oleh :
Shofa
Nurmadana (133711012)
Fiki
Himmatul Aliyah (133711017)
Ranum
Saputri (133711018)
Kelas
: TK-4A
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.LatarBelakang
Semua
makhluk yang hidup di muka bumi ini tidak pernah terlepas dari keputusan Allah SWT.
Roda kehidupan akan senantiasa berputar, dari kesedihan sampai kebahagiaan.
Keduanya akan datang silih berganti. Dalam hal ini, manusia wajib berusaha
semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil terbaik. Allah lebih melihat pada
usaha yang dilakukan manusia daripada hasil yang diperolehnya.
Rasulullah
saw telah menetapkan tujuan pertama dari misinya dan cara yang terang dalam
dakwahnya, yaitu dengan sabda beliau yang menegaskan : “Sesungguhnya aku hanya
diutus untuk menyempurnakan budi pekerti luhur”. Jadi nabi mengajak kita untuk mengamalkan
akhlak terpuji sehingga menjadi insan yang kaffah. Ketika muncul kesadaran
untuk mengamalkan akhlak terpuji sebanyak mungkin kepada orang lain, maka akan
mampu melahirkan sikap dasar untuk mewujudkan keselarasan, keserasian dan
keseimbangan dalam hubungan antar manusia baik pribadi maupun masyarakat
lingkungannya. Dengan memiliki etika maka akan menciptakan keadaan sosial yang
lebih baik.
Akhlak
terpuji dan tercela merupakan hal yang sangat urgen, sehingga sangat penting
untuk dipelajari.
Oleh
karena itu, setiap manusia diharapkan agar senantiasa mengamalkan akhlak
terpuji terutama terhadap diri sendiri. Yaitu tingkah laku yang baik yang
merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana hubungan akhlak dengan
misi utama islam?
2.
Apa yang dimaksud potensi baik dan
buruk?
3.
Sebutkan beberapa contoh akhlak dan
etika pada al-Qur’an?
4.
Bagaimana mengamalkan akhlak baik
dan menjauhi amal buruk?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan
akhlak sebagai misi utama islam
Akhlak merupakan kata hasil adopsi dari Bahasa Arab أَخْلَاقbentuk
jamak dari kataالخُلْقُ yang bermakna tabiat, budi pekerti.Imam Al-Ghazali
(1059-1111 M) menjelaskan lebih lanjut mengenai makna kata akhlak dalam
kitabnya, Ihya’ ‘Ulum ad-Din:
عِبَارَةٌ عَنْ هَيْئَةٍ فِى
النَّفْسِ رَاسِخَةٌ عَنْهَا تَصْدُرُ الأَفْعَالُ بِسُهُوْلَةٍ وَيُسْرٍ مِنْ
غَيْرِ حَاجَةٍ اِلَى فِكْرٍ وَرُؤْيَةٍ
“Sifat yang
tertanam di dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan ringan dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”
Dari pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa akhlak merupakan
cerminan sifat yang telah terpatri dalam diri manusia berupa perilaku dalam
kehidupannya sehari-hari (baik perilaku baik maupun buruk) tanpa adanya
rekayasa (perilakun yang dibuat-buat). Perilaku tersebut baik ditujukan pada
diri sendiri, pada Allah SWT., maupun pada sesama makhluk Allah SWT.
Akhlak merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap
perbuatan yang dikerjakan akan sangat berpengaruh dalam kelangsungan kehidupan
diri manusia itu sendiri; kebahagiaan dan kesedihannya, kesuksesan dan
kegagalannya, keselamatan dan kehancurannya. Karena
pentingnya posisi akhlak bagi manusia, Islam pun memberi porsi
khusus pada akhlak. Akhlak sebagi misi utama Islam.
Sebagaimana firman Allah pada QS.Al-Qalam ayat
4:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ
عَظِيمٖ ٤
“
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
Dalam
sebuah hadits Rasulullah bersabda:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ
مَكَارِمَ الْاَخْلَاقِ. (رواه ا لبيهقي عن أبي هريرة)
“Sesungguhnya
aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia (dari manusia)”. (H.R.Al-Baihaqi
dan Abu Hurairah).[1]
Sementara
itu dalam dalam buku Tafsir Al-Lubab, M. Quraisy Syihab juga dikemukakan bahwa Nabi Muhammad SAW., bukan
saja berakhlak mulia, tetapi beliau berada “di atas” akhlak yang mulia. Karna
itulah sehingga Nabi ditegur jika beliau sekedar bersikap baik yang telah biasa
dilakukan oleh orang-oarang yang dinilai sebagai berakhlak
mulia. Dalam diri Nabi Muhammad SAW., terhimpun secara sempurna
segala sifat terpuji dalam aneka tipe dan kecenderungan manusia: Pemikir,
Pekerja, Seniman dan yang berkonsentrasi dalam hal ibadah. Apapun tipe
kepribadian seseorang, maka ia dapat menemukan tipe teladan yang baik dari
sosok Nabi agung itu.
Maka diharapkan, dengan bercermin terhadap perilaku-perilaku yang luhur
dari sang pemilik akhlak mulia sejati, Muhammad SAW., tersampaikanlah misi
utama Islam, membentuk pribadi umat yang berakhlak mulia sehingga tercapai
tujuan kehidupan yang diridhai Allah SWT., serta mendapatkan kebahagiaan dan
keselamatan dunia-akhirat[2].
Akhlak dipahami oleh
banyak pakar dalam arti kondi kejiwaan yang menjadikan pemiliknya melakukan
sesuatu secara mudah, tanpa memaksakan diri, bahkan melakukannya secara
otomatis.
B.
Potensi baik
dan potensi buruk
Yang dimaksud perbuatan baik adalah
sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan, sesuatu yang menimbulkan rasa
keharusan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian dan sebagainya. Sesuatu yang
mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan kepuasan,
sesuatu yang dengan keinginan yang bersifat fitroh. sesuatu hal dapat dikatakan
baik bila ia mendatangkan rahmat, berkah, memberikan rasa senang atau bahagia.
Adapun yang dimaksud perbuatan buruk
yaitu sesuatu yang tidak baik yang tidak seperti seharusnya, tidak sempurna
dalam kualitas, dibawah standar, kurang , kurang dalam nilai dan tidak
mencukupi. Sesuatu yang keji, jahat, tidak bermoral dan tidak menyenangkan
adalah sesuatu yang tecela karena melanggar norma-norma atau aturan-aturan yang
ditetapkan oleh syara’(agama).
Ukuran baik dan buruk menurut
pandangan masing-masing masyarakat memang berbeda, ada yang melihatnya baik,
dan ada yang melihatnya buruk. Pada umumnya manusia berselisih pendapat untuk
menilai baik buruknya seseorang. Dalam menetapkan suatu nilai pada manusia,
yaitu dengan menetapkan nilai perbuatan yang mendasar pada manusia, serta cara
melakukan perbuatan itu. Meskipun seseorang mempunyai nilai baik, namun dia
melakukan dengan cara yang salah maka dinilai tercela, karena dia salah melakukan
perbuatannya, bukan tercela karena niatnya.
Dan jika untuk menilai baik buruknya seseorang maka dengan dilandaskan
pada ajaran islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa(59).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي
شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا()
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’ati Rasul-Nya dan orang-orang
yang memegang kekuasaan diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesutau maka kembalikanlah kepada Allah dan hari kemudian. Yang
C.
Contoh
Akhlak dan etika pada al-Qur’an
Dalam pandangan islam, akhlak mulia
diukur dengan kesesuaian akhlak itu dengan sifat dasar manusia atau jati
dirinya. Semakin sesuai sifatnya, maka semakin terpuji ia, dan begitupula
sebaliknya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa akhlak manusia yang terpuji
adalah sifat dan tingkah lakunya dapat mencerminkan sifat-sifat Allah sesuai
dengan kedudukannya sebagai makhluk dan hamba Allah SWT.
Contoh-contoh akhlak mulia banyak
sekali. Diantaranya seperti yang dijelaskn dakam Qs. Luqman: 13-19.
وَإِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku!
Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى
أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ
ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُون ١٥
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia
(agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. [9]Ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah[10], dan menyapihnya dalam usia dua
tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku
kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah
engkau menaati keduany, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat
kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا
إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ
أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (١٦) يَا بُنَيَّ
أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى
مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ (١٧) وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
(١٨)وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ
الْحَمِيرِ (١٩
16. (Luqman berkata), "Wahai
anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya balasan.
Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Mahateliti.
17. Wahai anakku! Laksanakanlah shalat
dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian
itu termasuk perkara yang penting.
18. Dan janganlah kamu memalingkan wajah
dari manusia (karena sombong dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
19. Dan sederhanakanlah dalam berjalan
dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.[3]
Ditemukan nasihat Luqman as. Kepada
anaknya dalam rangka mendidiknya guna berakhlak mulia.
1. Hal
pertama yang ditekankan oleh Luqman terhadap anaknya adalah pelunya
menghindari syirik/ mempersekutukan Allah yang kemudian beliau lukiskan
sifat-Nya sebagai Maha Mengetahui sehingga
“jika ada sesuatu (perbuatan baik atau buruk walau seberat biji sawi, dan berada (pada tempat
yang paling tersembunyi, misalnya) dalam batu karang ( sekecil, sesempit, dan
sekokoh apapun batu itu), atau dilangit (yang demikian luas dan tinggi) atau
didalam (perut) bumi yang sedemikian dalam , bahkan dimanapun keberadaannya)
niscaya Allah akan mendatangkannya (lalu memperhitungkan dan memberinya
balsan). Sesungguhnya Allah Maha halus (menjangkau segala sesuatu) lagi Maha
Mengetahui (segala sesuatu, sehingga tidak satupun luput dari-Nya). Demikian
butir pertama nasihat Luqman.
Dalam hal ini titik tolak ukur yang
dapat dikatakan akhlak mulia yaitu karena adanya kepercayaan akan Ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi titik akhlak yang luhur. Bukan kekuatan, jika kekuatan
yang menjadi tolak ukur akhlak luhur, maka berarti menjadikan anggota
masyarakat terpecah menjadi dua kelompok yaitu kuat dan lemah. Lalu menjadikan
yang lemah itu sebagai suatu yang hina, dan tidak mempunyai kesempatan untuk
meraihnya, kecuali penghinaan. Dan Allah bukan hanya untuk orang-orang yang
kuat saja, namun juga untuk mereka yang lemah.
Buah kepercayaan ini antara lain
keutuhan pribadi dan kepercayaan diri yang mana dapat menghilangkan sikap
tercela sehingga menghasilkan sikap terpuji. Mereka yang mempercayai keesaan
Tuhan dan hanya patuh pada satu pihak, ia pasti tidak akan bingung karena telah
memiliki sifat-sifat terpuji dan merasa kuat bahwa mereka merasa dibantu
oleh-Nya. Sehingga dia akan lebih berani, mempunyai sifat optimisme yang
tinggi, berani walau tanpa kawan, merasa ramai walau sendirian dan merasa kaya
dengan tangan hampa.
Dan jika telah tumbuh suatu
kepercayaan yang mantap, maka sifat burukpun akan dapat dihindari.karena sifat
bohong, khianat, culas serta sifat buruk-buruk yang lain tidak akan bisa
sedikitpun menyentuh mereka yang mempunyai kepercayaan dengan mantap.
2. Hal kedua
yang ditekankan Luqman adalah berbakti kepada kedua orang tua, lebih-lebih ibu.
Dalam hal ini sikap seseorang tidak
dapat dikatakan mempunyai akhlak mulia jika tidak menghormati dan berbakti
kepada kedua orangtuanya, apapun agama dan kepercayaan orang tuanya, walau
berbeda keyakinan terhadap mereka.
Bentuk bakti dalam konteks ini
sangat banyak, seperti ulasan Rasyid Ridha dalam tafsir Al-Manar ketika
menafsirkan firman Allah dalam Qs. An-Nisa: 35 antara lain.
Harus dipahami bahw abkati kepada
orang tua yang diperintahkan agama islam adalah bersikap sopan santun kepada
keduanya dalam ucapan dan perbuatansesuai dengan adat dan kebiasaan masyarakat,
sehingga mereka merasa senang terhadap kita. Bakti kepada mereka bagi anak yang
telah dewasa dan mampu juga berarti mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang
sah dan wajar sesuai dengan kemampuan anak. Tidak termasuk sedikitpun dalam
kewajiban berbakti kepada keduanya sesuatu yang mencabut kemerdekaan dan
kebebasan pribadi atau rumah tangga atau jenis-jenis pekerjaan yang bersangkut paut
dengan pribadi anak, agama atau negaranya. jqdi apabila keduanya atau salah
seorang bermaksud memaksakan pendapatnya menyangkut kegiatan-kegiatan anak,
maka itu bukanlah bagian berbuat baik atau bakti menurut syara’/agama.
3. Hal ketiga
yang ditekankan Luqman adalah mengikuti mereka yang menerapkan tuntunan Ilahi
dan selalu kembali kepada-Nya. Mengikuti mereka dalam prinsip hidup mereka
serta pijakan langkah mereka.
4. Hal
keempat adalah melaksanakan shalat secara baik dan bersinambung.
5. Menganjurkan
makruf dan mencegah kemungkaran
Al-ma’ruf adalah sesuatu yang baik
menurut pandangan namun satu masyarakat sejalan dengan prinsip-prinsip
kebajikan yang universal.
6. Sabar dan
tabah dalam menghadapi hidup
Sabar mewujud dalam diri dan
seseorang yang mampu melakukan dorongan nafsunya namun dapat ditahan demi
mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik. Dengan demikian orang yang sabar
adalh mereka yang kuat, bukan yang lemah.
7. Tidak angkuh
dan berbangga-bangga tanpa dasar.
Keangkuhan diartikan oleh pakar-pakar
agama sebgai menolak/ mengabaikan kebenaran atau kenyataan serta mengurangi hak
orang lain. Keangkuhan biasanya pertama kali lahir dari rasa rendah diri dan
kegagalan yang ingin ditutup-tutupi dengan keangkuhan itu.
8. Tidak
berhura-hura dijalan, tidak juga berteriak-teriak.
Pada QS. An-Nisa ayat 86
وَإِذَا
حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu salam
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau
balasalh (penghormatan itu) yang sepadan dengannya, sesungguhnya Allah
memperhitungkan segala sesuatu”.(QS. An-Nisa: 86)
Dalam interaksi sosial Allah dan
Rasul-Nya berpesan agar menyearluaskan kedamaian antar seluruh anggota
masyarakat , kecil atua besar, dikenal atau tidak dikenal. Ketima Nabi SAW
ditanya tentang praktik keislaman yang baik, beliau bersabda: “memberi pangan
dan mengucapkan salam kepada yang anda kenal dan yang tidak anda kenal (HR.
Bukhari dan Muslim).
Yang perlu anda garis bawahi pada
sabda Nabi diatas: perlu diingat bahwa ucapan salam yang dianjurkan untuk
diucapkan adalah assalamu’alaikum. Sama dengan yang diucapkan Nabi
Ibrahim As. Yakni salam yang sifatnya sepuluh ganjaran bila ditambah dengan warahmatullah.
Menjadi dua puluh, dan bila disertai lagi dengan wabarakatuh ganjaran
menjadi genap tiga puluh (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi melalui Ibn al- Hushain
ra.)
D.
Mengamalkan
akhlak baik dan menjauhi akhlak buruk
Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan akhlak terpuji ialah sifat yang
lahir didalam diri seseorang yang menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat
yang keji dan hina (sifat mazmumah). Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti
racun-racun yang boleh membunuh manusia secara tidak disedari dan sifat ini
berlawanan dengan sifat mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh manusia
melakukan kebaikan. Oleh itu, dalam
Islam, yang menjadi pengukur bagi menyatakan sifat seseorang itu sama ada baik
atau buruk adalah berdasarkan kepada akhlak dan perilaku yang dimilik oleh
seseorang.
Dalam mengamalkan sifat-sifat mahmudah atau etika hidup yang murni, ada
beberapa aspek antaranya :
1.
Akhlak Terhadap Diri Sendiri,
seperti menjaga kesihatan diri, membersih jiwa daripada akhlak yang buruk dan
keji serta tidak melakukan perkara-perkara maksiat.
2.
Akhlak Terhadap Keluarga, seperti
pergaulan dan komunikasi yang baik antara suami isteri, berbuat baik kepada
kedua ibu bapa, menghormati yang lebih tua dan mengasihi orang-orang muda
daripada kita.
3.
Akhlak Terhadap Masyarakat, seperti
sentiasa menjaga amanah, menepati janji, berlaku adil, menjadi saksi yang benar
dan sebagainya.[4]
Akhlak dapat dibentuk dengan baik sekiranya kita benar-benar mengikuti yang
telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Diantara jalan terbaik untuk
membentuk akhlak yang mulia ialah :
1.
Mempunyai Ilmu Pengetahuan. setiap
mukmin perlu mempelajari apakah yang dimaksudkan dengan akhlak terpuji (akhlak
mahmudah) dan membedakan dengan akhlak yang keji ( akhlak mazmumah ).
2.
memahmi dan mengamalkan akhlakul
karimah dan menghindarkan dari akhlak tercela sebagai perwujudan kesempurnaan
ke Islaman dan keimanan kita dalam segala aspek kehidupan.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ
فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ
قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah: 30)
2. Menggali sumber akhlak Islam dari
Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW dan diamalkan dalam kehidupan yang akan
membawa kemaslahaan dan kemuliaan hidup. Hal-hal di atas dilakukan karena di
dalam ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang utama dan pokok. Akhlak
yang baik akan menitikberatkan timbangan kebaikan seseorang pada pada hari
kiamat. Menurut Abdullah Ibnu Umar, orang yang paling dicintai dan paling dekat
dengan Rasulullah SAW, pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.[5]
3.
Menyadari pentignynya akhlak yyang diamalkan.
Ini kerana akhlak merupakan cermin diri bagi seseorang muslim dan membawa imej
Islam, daya tarikan Islam juga bergantung kepada akhlak yang dimiliki oleh umat
islam.[6]
4.
Mempunyai dan memahami pedoman dari
umat islam yakni Alquran dan sunnah sehigga manusia terjaga dari kesesatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Akhlak merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap perbuatan yang dikerjakan akan sangat berpengaruh dalam kelangsungan kehidupan diri manusia itu sendiri; kebahagiaan dan kesedihannya, kesuksesan dan kegagalannya, keselamatan dan kehancurannya. Karena pentingnya posisi akhlak bagi manusia, Islam pun memberi porsi khusus pada akhlak. Akhlak sebagi misi utama Islam.
- Ukuran baik dan buruk menurut pandangan masing-masing masyarakat berbeda-beda, ada yang melihatnya baik, dan ada yang melihatnya buruk. Pada umumnya manusia berselisih pendapat untuk menilai baik buruknya seseorang, namun ketika setiap perbuatan kita berdasarkan aturan Allah SWT maka pasti baiknya.
- Dalil yang mmberikan gambaran contoh etika didalam al-Qur’an diantaraanya ada pada Qs. An nisa: 86 dan Qs. Al-Luqman: 13-19.
- Diantara jalan terbaik untuk membentuk akhlak yang mulia ialah :
Mempunyai ilmu pengetahuan, memahmi
dan mengamalkan akhlakul karimah dan menghindarkan dari akhlak tercela sebagai
perwujudan kesempurnaan ke Islaman dan keimanan kita dalam segala aspek
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Alim. Muhammad Pendidikan Agama Islam (Bandung: Rosda, 2006)
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan
Tafsirnya(edisi yang disempurnakan) Jilid X, (Jakarta: Penerbit Lentera
Abadi,2010)
Mahfud. Rois. Al Islam,
(Jakarta : Erlangga, 2011)
Quraisy. M Syihab, Tafsir Al-Lubab; Buku 4, (Tanggerang: Lentera Hati, 2012)
http://ansoriok.blogspot.com/2008/03/muhammad-diutus-untuk-menyempurnakan.html
diakses pada 6 Mei 2015 09.30 WIB
https://khultur.wordpress.com/2011/09/12/an-nisa-ayat86/
diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 03.09 WIB
[1]Kementerian Agama RI,
Al-Qur’an dan Tafsirnya(edisi yang disempurnakan) Jilid X, (Jakarta:Penerbit
Lentera Abadi,2010) hlm.267-268.
[3] https://khultur.wordpress.com/2011/09/12/an-nisa-ayat86/ diakses
pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 03.09 WIB
[4] Muhammad alim, Pendidikan Agama Islam (Bandung: Rosda,
2006), hlm. 91
[6] http://ansoriok.blogspot.com/2008/03/muhammad-diutus-untuk-menyempurnakan.html diakses
pada 6 Mei 2015 09.30 WIB